Puisi: "Rumah Hujan" karya Arief Utara



Gambar: www.kompas.com
 /1/

Rumah itu dibangun dari rok ibuku yang
Berkilatan memantik matamata berahi 
Mengekalkan sepi-sepinya sendiri

/2/

Rumah itu dibangun dari gincu ibuku yang
Merahnya seumpama darah
Mengalir dari lembah-lembah yang hijau

/3/

Rumah itu dibangun dari desah ibuku yang
Meraung, memekik pusara nenekku
Bunga-bunga kamboja sembilu, luruh layu

/4/

Rumah itu, kata ibuku
Terbuat dari peluh yang disulamnya setiap malam

/5/

Di rumah itu

Ibu mengusap kepalaku
Lalu hujan turun di rambutku

Yogyakarta, Juli 2015

Nb :
Puisi −yang bernasib malang− ini saya ikutkan dalam lomba puisi bertema Hujan yang diadakan Penerbit Kakaye bersama Forum Sastra Ilusi di sekitaran tahun 2015, lalu lolos dan dinobatkan sebagai Juara Pertama. Panitianya bilang bahwa saya akan mendapatkan semacam paket penerbitan buku khusus dengan beberapa hadiah bingkisan. Namun sekali lagi, puisi ini saya katakan bernasib malang. Dan malang itu tak perlu saya jelaskan lagi bagaimana bentuknya. Saya yakin banyak orang (terutama peserta lomba) yang paham dan manggut-manggut dengan senyum penuh seringai gigi-gigi tajam. Overall, yang penting nulis jalan terus, pantang kendur.

By : Arief Utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar